Shiddiq (benar/tulus), yakni yg benar-benar telah fana dalam ketulusan, kejujuran, dan berdisiplin secara sempurna, menjadi orang yg tulus dan pecinta sejati. Ini adalah sebuah derajat yg apabila seseorang telah sampai padanya maka dia merupakan kumpulan segenap kebenaran dan kejujuran.
Falsafah peraih kesempurnaan seorang shiddiq adalah bilamana dia melihat kelemahan dan ketidak berdayaan dirinya, maka sesuai dengan kemampuannya dia mengatakan “Iyya kana’budu – Hanya kepada Engkaulah kami beribadah, dan mulai berlaku tulus dan (disiplin) berlari dari segenap kebohongan dan kekotoran yg terkait dengan dusta.
Berjanjilah bahwa dalam corak apapun saya tidak akan berdusta. Dan apabila dia berjanji sedemikian maka seolah-olah dia mengamalkan suatu yg Khas pada Iyyaa kana’budu, dan amalnya itu merupakan ibadah yg sangat tinggi.
Kelanjutan Iyyaa kana’ budu adalah Wa iyyaa kanasta’in (dan hanya kepada Engkau kami memohon). Allah merupakan tempat permulaan (awal) segenap karunia dan merupakan sumber kebenaran dan kejujuran. Allah pasti akan menolongnya dan Dia akan membukakan kepadanya hakikat-hakikat sesuatu dan jalan kebenaran.
Dan demikian pula apabila manusia mencitai kebenaran dan kejujuran, serta menjadikannya sebagai kebiasaan khasnya, maka inilah yg akan menarik kebenaran agung yg hanya milik Allah. Al Qur’an merupakan penjelmaan dari kebenaran yg utuh dan sosok yg menjelmakan kebenaran Al Qur’an itu adalah wujud yg penuh berkah Muhammad saw, dan demikian pula para rasul dan utusan Tuhan merupakan sosok-sosok yg benar, jujur, dan tulus.
Jadi apabila seseorang sampai pada derajat kebenaran/ketulusan, baru matanya (penglihatannya) akan terbuka dan dia akan meraih basyirat (ketajaman pemahaman) yg khas yg darinya makrifat-makrifat Al Qur’an mulai terbuka padanya.
Saya sama sekali tidak pernah siap untuk menerima bahwa seorang yg tidak mencintai kejujuran/kebenaran dan tidak menjadikan ketulusan sebagai ciri khasnya lalu dia dapat memahami makrifat-makrifat Al Qur’an, hal itu tidak akan dia dapatkan karena Qolbunya sama sekali tidak memiliki keselarasan dengan Al Qur’an. Karena Al Qur’an merupakan sumber mata air kebenaran/kejujuran, dan hanya orang yg mencintai kejujuranlah yg dapat minum dari mata air itu. (Darsus 09).
Selasa, 10 Juni 2008
Khutbah Hazrat Khalifatul Masih V atba
expr:id='"post-" + data:post.id'>
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar