Shiddiq (benar/tulus), yakni yg benar-benar telah fana dalam ketulusan, kejujuran, dan berdisiplin secara sempurna, menjadi orang yg tulus dan pecinta sejati. Ini adalah sebuah derajat yg apabila seseorang telah sampai padanya maka dia merupakan kumpulan segenap kebenaran dan kejujuran.
Falsafah peraih kesempurnaan seorang shiddiq adalah bilamana dia melihat kelemahan dan ketidak berdayaan dirinya, maka sesuai dengan kemampuannya dia mengatakan “Iyya kana’budu – Hanya kepada Engkaulah kami beribadah, dan mulai berlaku tulus dan (disiplin) berlari dari segenap kebohongan dan kekotoran yg terkait dengan dusta.
Berjanjilah bahwa dalam corak apapun saya tidak akan berdusta. Dan apabila dia berjanji sedemikian maka seolah-olah dia mengamalkan suatu yg Khas pada Iyyaa kana’budu, dan amalnya itu merupakan ibadah yg sangat tinggi.
Kelanjutan Iyyaa kana’ budu adalah Wa iyyaa kanasta’in (dan hanya kepada Engkau kami memohon). Allah merupakan tempat permulaan (awal) segenap karunia dan merupakan sumber kebenaran dan kejujuran. Allah pasti akan menolongnya dan Dia akan membukakan kepadanya hakikat-hakikat sesuatu dan jalan kebenaran.
Dan demikian pula apabila manusia mencitai kebenaran dan kejujuran, serta menjadikannya sebagai kebiasaan khasnya, maka inilah yg akan menarik kebenaran agung yg hanya milik Allah. Al Qur’an merupakan penjelmaan dari kebenaran yg utuh dan sosok yg menjelmakan kebenaran Al Qur’an itu adalah wujud yg penuh berkah Muhammad saw, dan demikian pula para rasul dan utusan Tuhan merupakan sosok-sosok yg benar, jujur, dan tulus.
Jadi apabila seseorang sampai pada derajat kebenaran/ketulusan, baru matanya (penglihatannya) akan terbuka dan dia akan meraih basyirat (ketajaman pemahaman) yg khas yg darinya makrifat-makrifat Al Qur’an mulai terbuka padanya.
Saya sama sekali tidak pernah siap untuk menerima bahwa seorang yg tidak mencintai kejujuran/kebenaran dan tidak menjadikan ketulusan sebagai ciri khasnya lalu dia dapat memahami makrifat-makrifat Al Qur’an, hal itu tidak akan dia dapatkan karena Qolbunya sama sekali tidak memiliki keselarasan dengan Al Qur’an. Karena Al Qur’an merupakan sumber mata air kebenaran/kejujuran, dan hanya orang yg mencintai kejujuranlah yg dapat minum dari mata air itu. (Darsus 09).
Selasa, 10 Juni 2008
Khutbah Hazrat Khalifatul Masih V atba
Islam Tidak Mengajarkan Anarkisme
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(an-Nahl [16]:125)
Firman Allah Swt ini memberikan petunjuk dengan sangat jelas kepada kita bagaimana metode dakwah yang harus dipergunakan. Konsep dasar dari dakwah itu adalah “menyeru manusia kepada Tuhan” bukan kepada hal yang lain. Hal ini dipertegas dengan kata “ilaa sabiili Rabbika”. Jadi kita diminta untuk mengajak umat manusia menuju jalan Tuhan. Tapi hal ini juga sering disalah persepsikan sehingga ruang lingkup dakwah menjadi sempit, ketika dakwah hanya dimaknai dengan menyeru manusia kepada Islam. Sebenarnya tanpa dikatakan demikian juga konsep ketuhanan dan ketauhidan Ilahi yang sempuna hanya dimiliki oleh Islam.
Ada hal lain yang menarik untuk dikaji ketika sampai kepada bagaimana metode yang Allah Swt berikan untuk berdakwah ini ditekankan kepada masalah “bil-hikmah wa al-mauizhati al-hasanah”(dengan kebijaksanaan dan nasehat yang baik) disana jelas tergambar apa yang menjadi visi dari dakwah itu sendiri yaitu penaklukan hati manusia dan menggunakan cara-cara yang santun, lembut dan damai. Karena metode yang dikedepankan adalah “bil-hikmah wa al-mauizhati” yang kedua hal ini adalah berorientasi menyentuh wilayah hati menusia. Setelah itu disebutkan lagi step terakhir dari proses dakwah adalah “wa jaadilhum bi al-latii hiyaa ahsan” yaitu dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Dan kalau seandainya pada akhirnya terjadi proses perdebatan itupun harus menggunakan cara-cara yang terbaik. Walaupun sebenarnya yang harus kita bangun adalah bukan perdebatan tapi membangun proses dialog yang santun dan terbuka.
Sedih rasanya hati ini menyaksikan sebagian saudara-saudara umat muslim kita yang bertindak anarkis, melakukan persekusi terhadap Ahmadiyah. Mereka menyatakan diri sedang berdakwah dan berjihad atas nama Islam tetapi bertentangan dengan nilai-nilai Islam itu sendiri. Bukankah Allah Swt telah menegaskan bahwa rumah ibadah siapapun dari agama dan golongan apapun tidak boleh dirusak?
“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (al-Baqarah [2]:114)
Bahkan ditegaskan dalam ayat ini, orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya sebagai orang yang paling aniaya (azhlamu).
Sudah berapa banyak masjid-masjid milik Jamaah Ahmadiyah yang dirusak oleh massa yang mengatasnamakan Islam dan hal ini sangat memprihatinkan. Alih-alih mengajak umat untuk bisa memakmurkan masjid, malahan masjid yang sudah ada pun menjadi sasaran perusakan.
Jadi selesaikanlah perbedaan dengan cara-cara yang damai bukan dengan jalan kekerasan. Dan masalah keyakinan bukan manusia yang menjadi hakimnya melainkan Allah Swt lah sebagai wujud al-Hakim yang dapat memberikan penghakiman dengan seadil-adilnya.
Penampakan Sifat Allah"Al Halim"
KHUTBAH JUM’AH HADZRAT AMIRUL MUKMININ
KHALIFATUL MASIH V atba.
Tanggal 21 Maret 2008 dari Baitul Futuh London U.K.
Alih bahasa : Hasan Basri
PENAMPAKAN SIFAT ALLAH “AL HALIM ”
Huzur menyampaikan khutbah tentang manifestasi kesabaran yang sangat luhur dari sifat حَلِيْمُ (Halim) Tuhan seperti yang telah dipertunjukkan oleh Hadzrat Rasulullah saw selama dalam kehidupan beliau. Allah swt telah memerintahkan orang-orang beriman kepada-Nya untuk menerapkan sifat-sifat Ilahi ini pada diri mereka masing-masing.
Telah difirmankan bahwa ciri khas orang-orang beriman adalah mereka yang banyak menyerap sifat-sifat Allah swt pada diri mereka. Dan Allah swt menganugerahkan banyak sekali sifat-sifat-Nya kepada para Anbiya-Nya supaya beliau-beliau itu berjaya dalam memperbaiki ummat manusia dan menjadi contoh tauladan bagi mereka. Dan Nabi yang paling banyak menerima anugerah sifat-sifat Ilahi dari Allah swt adalah Nabi Muhammad saw sehingga beliau menjadi contoh paling mulia bagi ummat manusia diseluruh dunia untuk sepanjang zaman.
Akan tetapi sekalipun betapa cemerlangnya sifat-sifat Allah swt telah mewarnai wujud beliau namun orang-orang yang tidak simpati bahkan memusuhi beliau dan memusuhi Agama Islam tidak dapat melihat keadaan beliau yang cemerlang dengan sifat-sifat Ilahi itu.
Huzur menerangkan beberapa riwayat tentang sifat-sifat Allah swt yang dipertunjukkan oleh Rasulullah saw dihadapan para sahabah bahkan dihadapaan kaum musyrik Mekkah pada waktu itu.
Pada suatu hari seorang utusan dari suatu daerah telah datang kepada Rasulullah saw dan dia berulang kali menarik-narik jubah beliau sampai janggut mubarak beliau-pun dipegang-pegangnya, sehingga menimbulkan kemarahan terhadap para sahabat yang menyaksikan pada waktu itu khususnya Hadzrat Umar r.a. Karena sangat marahnya, Hadzrat Umar berkali-kali telah menghunus pedang beliau hendak memukul utusan itu. Namun Hadzrat Rasulullah saw menahan Hadzrat Umar supaya jangan membalas perbuatan kasar orang itu. Sehingga Hadzrat Umar berkata : Ya Rasulullah!! Orang ini sangat tidak sopan terhadap Rasulullah!! Saya hendak memukul kepalanya dengan pedang ini!! Namun sesungguhnya Hadzrat Rasulullah saw sangat sabar dan sangat berbaik hati dalam menyikapi orang yang telah berbuat tidak sopan dan kasar itu kepada beliau. Sambil senyum, Rasulullah saw melarang Hadzrat Umar untuk tidak membalas perbuatan kasar orang itu.
Didalam sebuah riwayat lain lagi dikatakan bahwa Zaid Bin Sun’ah seorang Alim Yahudi yang berpengetahuan tinggi datang dari Madinah kepada Rasulullah saw. Kisah ini Zaid Bin Sun’ah sendiri menceritakannya, katanya : Ketika saya berjumpa dengan Hadzrat Muhammad Rasulullah saw saya nampak semua keindahan akhlaq dan sifat-sifat luhur beliau kecuali dua hal (dua sifat) beliau yang belum nampak kepada saya. Yaitu pertama sifat حِلْمٌ (hilm) yang mengalahkan dan menguasai kemarahan. Kedua, berapa kerasnya seorang diperlakukan tidak sopan dan kasar oleh orang lain namun sifat sabar dan kasih sayang-nya semakin nampak cemerlang. Saya ingin sekali menyaksikan kedua sifat ini pada diri beliau. Sambil duduk dekat beliau saya ingin mempergunakan kesempatan untuk menyaksikan kedua sifat itu pada diri beliau. Saya betul-betul ingin mengetahui apakah ada atau tidak ada sifat ini pada diri beliau seperti telah disebutkan didalam nubuatan yang pernah saya ketahui.
Pada suatu hari ketika sedang duduk-duduk dengan beliau datanglah seorang dusun (kampung) mengendarai seekor unta menghadap Rasulullah saw dan berkata : Ya Rasulullah!! Kampung kami sudah masuk Islam semuanya. Sebelum masuk Islam, saya katakan kepada mereka jika kalian masuk Islam kalian akan mendapat rizki banyak sekali dari Allah swt. Kebetulan kampung itu sekarang sedang dilanda kelaparan karena kekeringan sudah lama tidak turun hujan. Saya takut sekali jangan-jangan mereka ini masuk Islam betul-betul mengharapkan turunnya rezki yang banyak dari Allah swt. Saya takut mereka akan mendapat pertolongan dari orang lain, lalu mereka meninggalkan Islam. Sebab mereka masuk Islam mungkin untuk mendapatkan rizki yang banyak itu dari Allah swt.
Ya Rasulullah! Kami mohon agar mereka itu dibantu supaya mereka tetap berpegang pada keimanan mereka dan jangan lari dari Islam.
Pada waktu itu Hazrat Ali-pun sedang duduk bersama Hadzrat Rasulullah saw. Lalu Hadzrat Rasulullah saw bertanya kepada Hadzrat Ali r.a. “Hai Ali!! Apakah permohonan orang ini bisa dipenuhi? “ Hadzrat Ali menjawab : “Ya Rasulullah!! Kami sedang tidak mempunyai apa-apa, tidak bisa memberi bantuan apa-apa kepada mereka”. Zaid Bin Sun’a berkata kepada Rasulullah saw, “hai Muhammad saw! Jika kebun kurma milik si Fulan itu sebagai jaminan sewa diberikan kepada saya dan ditetapkan waktunya untuk dibayar, saya bisa memberi bantuan kepada kampung orang ini”. Maka Hadzrat Rasulullah saw bersabda kepada saya (Zaid Bin Sun’a) : “Hai Yahudi! Kurma yang telah ditetapkan sebelumnya itu boleh saja diberikan, namun syarat yang engkau sebutkan itu tidak bisa dikabulkan bahwa kurma itu harus diambil dari kebun si Fulan!”. Mendengar jawaban dari Hadzrat Rasulullah saw ini, Zaidpun setuju. Lalu ia membuka pundi-pundi berisi uang dan memberikan sejumlah uang-nya kepada Rasulullah saw sambil berkata : Uang ini harus dikembalikan pada waktu yang telah ditetapkan menurut perjanjian sebelumnya. Maka uang itu diambil oleh Hadzrat Rasulullah saw dan diberikan kepada orang kampung itu untuk dibagikan kepada orang-orang kampung yang sedang ditimpa kelaparan.
Zaid Bin Sun’a selanjutnya mengatakan : Beberapa hari sebelum kurma itu diambil dari kebun, saya sudah datang untuk menagih hutang itu kepada Rasulullah saw. Saya tarik kain serta jubah beliau sambil berkata : “Hai Muhammad!! Apakah hak saya mau dibayar atau tidak? Demi Allah saya tahu betul keadaan kakek engkau Abdul Muthalib, sangat kikir selalunya mengundur-undur perjanjian dalam urusan hutang. Dan saya juga tahu tentang engkau hai Muhammad, sentiasa melambat-lambatkan janji!!” Hadzrat Umar r.a. yang sedang duduk didekat Rasulullah saw sangat marah dan tidak tahan mendengar penghinaan ini, dan berkata sambil marah kepada saya (Zaid Bin Sun’a) katanya : “Hai musuh Allah! Mengapa engkau berani berkata sangat kasar dan tidak sopan kepada seorang Rasul Allah? Demi Allah jika aku tidak takut kepada beliau sudah aku pukul kepala engkau dengan pedang-ku ini.”
Walaupun suasana sangat tegang akan tetapi Hadzrat Rasulullah saw menghadapi suasana itu dengan sabar dan tenang, kemudian berkata sambil senyum kepada Hadzrat Umar : “Hai Umar! Jangan engkau marah kepadanya! Lebih baik kita bayar hutang itu kepadanya! Pergilah engkau Umar bersama Zaid Bin Sun’a ini dan bayarlah utang kepadanya. Dan ingat! Tambahlah 20 Sa’ (44 kg) lagi sebab engkau telah memarahi sambil mengancam dan menakut-nakuti dia! “
Zaid Bin Sun’a meneruskan kisahnya, katanya saya pergi dengan Hadzrat Umar r.a. untuk menerima pembayaran kurma itu sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Namun Umar memberi 44 Kg lebih kepada saya. Lalu saya tanya : “Umar! Mengapa kau beri lebih 44 Kg kepada saya, untuk apa?”, Umar menjawab : “Ini perintah Hadzrat Rasulullah saw untuk diberikan kepada engkau karena saya telah memarahi, mengancam dan menakut-nakuti engkau!” Saya berkata kepada Umar r.a. : “Hai Umar! Tahukah engkau siapa aku ini?” Umar menjawab : “Saya tidak tahu siapa engkau!”, lalu saya jawab ”Saya ini Zaid Bin Sun’ah!”, Umar berkata lagi : “Zaid Bin Sun’ah orang Yahudi yang Alim itu?” Saya jawab : “Ya itulah saya!” Umar berkata lagi : “Mengapa engkau seorang alim dan berilmu tinggi, engkau telah berkata sangat kasar dan tidak hormat kepada seorang Rasul Allah?” Saya (Zaid Bin Sun’ah) jawab “Umar! Setelah saya melihat wajah Hadzrat Muhammad saw, saya nampak semua ciri-ciri dan tanda-tanda kenabian beliau, tetapi dua buah ciri lagi pada waktu itu belum nampak kepada saya. Yaitu pertama sifat حِلْمٌ (hilm) yang mengalahkan dan menguasai kemarahan. Kedua, berapa kerasnya seorang diperlakukan tidak sopan dan kasar oleh orang lain namun sifat sabar dan kasih sayang-nya semakin nampak cemerlang. Oleh itu saya mau tahu betul kedua sifat beliau itu dan pada sa’at ini saya sedang mendapat kesempatan yang baik untuk membuktikannya. Hai Umar! Sekarang saya jadikan engkau sebagai saksi! Aku beriman kepada Allah adalah Tuhanku, Islam adalah agama-ku dan Muhammad saw adalah Rasul Allah! Dan saya sangat gembira karena semua keinginan saya itu telah terpenuhi, dan karena itu separuh dari harta saya yang saya miliki saya serahkan kepada ummat Muhammad saw.”
Jadi setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri betapa sempurnanya sifat حِلْمٌ (hilm) lemah-lembut, pengasih dan pemaaf Hadzrat Rasulullah saw maka Zaid Bin Sun’ah orang alim Yahudi itu telah masuk Islam.
Huzur mengatakan bahwa peristiwa semacam itu bukan hanya satu atau dua kali terjadi, akan tetapi sering sekali terjadi bahkan tidak terhitung banyaknya. Dan kisah-kisah beliau seperti itu tidak atau belum sampai kepada kita.
Sebuah kisah lagi yang ingin saya sampaikan kepada hadirin semua adalah masih sebuah peristiwa yang menggambarkan sifat حِلْم hilm beliau itu. Pada suatu ketika Rasulullah saw harus membayar hutang kepada seorang orang kampung. Orang itu telah datang kepada Hadzrat Rasulullah untuk menagih hutang itu dengan suara keras dan sangat tidak sopan. Para sahabah yang sedang duduk bersama Hadzrat Rasulullah saw marah dan semua bangkit untuk memukul orang itu. Melihat prilaku para sahabah demikian itu beliau bersabda : Biarkanlah dia! Orang yang mempunyai piutang itu (orang yang menagih hutang itu) mempunyai hak untuk berbicara. Sekarang belilah seekor ternak yang sama umurnya dengan ternak yang dia pinjamkan itu kepada kita. Para sahabah berkata : “Ya Rasulullah! Kita mempunyai seekor hewan lebih baik dan lebih gemuk dari pada hewan yang telah dia pinjamkan kepada kita”. Hadzrat Rasulullah saw barsabda : “Berikanlah hewan itu untuk membayar hutang kepadanya. Orang yang paling baik dari antara kalian adalah orang yang membayar hutangnya dengan cara yang sangat baik.”
Huzur atba bersabda: حِلْم hilm artinya : sabar dan pengasih juga. Dari peristiwa itu semua nampaklah betapa sabar dan pengasihnya Hadzrat Rasulullah saw itu. Didalam kehidupan rumah tangga juga beliau sentiasa menunjukkan sifat sabar dan lembut serta pengasih terhadap isteri-isteri beliau.
Hadzrat Aisyah r.a. menceritakan sebuah kisah, katanya pada suatu hari beberapa orang tamu datang kerumah Rasulullah saw. Saya mempersiapkan makanan untuk mereka itu. Hadzrat Safiyah juga menyediakan makanan dan mengirimkannya lebih awal dari pada saya. Saya merasa kurang senang melihat demikian dan saya telah menyuruh pembantu untuk menumpahkan makanan yang telah dibawa oleh Hadzrat Safiyah itu. Diapun mengambilnya lalu pinggan berisi makanan itu jatuh tertumpah dan pecah berkeping-keping. Kemudian Rasulullah saw dengan tenang memunguti makanan yang terjatuh itu dan diletak diatas pinggan lain lalu beliaupun memakannya dari pinggan itu dengan tenang. Kepingan-kepingan pinggan yang pecahpun dikumpulkan dan lantai dibersihkan kembali oleh beliau. Sesudah itu pinggan saya beserta makanannya dikirimkan kepada Hadzrat Safiyah sebagai gantinya. Pada waktu itupun wajah Hadzrat Rasulullah saw sedikitpun tidak berobah dan tidak pula menunjukkan rasa kesal atau marah kepada siapapun.
Huzur bersabda : Contoh dan tauladan Hadzrat Rasulullah saw tentang sifat حِلْم hilm itu bukan hanya berlaku untuk orang-orang dizaman itu saja, melainkan berlaku untuk kita semua dan untuk orang-orang yang akan datang juga. Bukan hanya didengar, dibaca atau dilihat namun untuk ditunjukkan secara amaliah apabila waktunya tepat untuk diamalkan. `
Huzur bersabda : Saya telah menerima banyak complain, diantaranya ada yang melaporkan tentang perbuatan aniaya dan kejam terhadap amah (pembantu rumah) atau suami-suami berbuat kejam terhadap isteri-isteri mereka. Sampai ada perempuan yang dipukuli melampaui batas sehingga terpaksa harus dibawa ke Hospital. Di Eropah ini memang sering terjadi bahkan sudah biasa, jika terjadi krisis rumah tangga polisipun turun tangan dan menangkap mereka yang berbuat terlalu berlebihan, sehingga timbul masalah baru dan harus menghadap ke pengadilan. Jadi berlaku lemah-lembut, kasih sayang dan toleransi adalah contoh-contoh Hadzrat Rasulullah saw yang harus diikuti oleh semua orang.
Sekarang dirumah tangga sering terjadi, bukan saja suami yang berbuat marah atau berbuat aniaya terhadap isterinya, namun kakak ipar perempuan dan mertuanya juga ikut memarahi dan memukul menantunya itu. Dalam situasi demikian semua pihak harus berhati-hati dan harus berusaha menahan perasaan marah. Rasulullah saw bersabda : “Apabila seseorang sedang marah sambil berdiri, hendaknya ia duduk kemudian berbaring sambil membaca istighfar banyak-banyak dan membaca la haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azim, kemudian basuh muka sambil berwudhu supaya perasaan marah menjadi hilang.”
Huzur menerangkan peristiwa Fatah Mekkah untuk menjelaskan lebih jauh lagi bagaimana Hadzrat Rasulullah saw menunjukkan sifat حِلْم hilm , pema’af dan kasih-sayang beliau. Sambil berdiri dimuka pintu Ka’bah beliau saw berseru kepada para penduduk Mekkah yang pada waktu itu sedang merasa ketakutan bersembunyi didalam rumah-rumah mereka. Dengan suara keras beliau menyeru : “Wahai orang-orang Quraisy!! Perlakuan apa kiranya yang kalian harapkan dari padaku?” Mereka berkata : “اَنْتَ كَرِيْمٌ اِبْنُ كَرِيْمٍ Hai Muhammad engkau orang terhormat anak seorang terhormat! Kami mengharapkan perlakuan baik dari pada engkau!! Rasulullah saw bersabda atas jawaban mereka itu
اِذْهَبُوْا اَنْتُمُ تُّلقَاء لاَ تَثْرِيْبَ عَلَيْمُ اْليَوْمَ Pergilah kalian dengan bebas! Telah aku ma’afkan kalian semua. Tidak ada sedikitpun tuntutan lagi diatas kalian!!”
Seorang musuh Islam yang sangat keras bernama Safwan bin Umayyah telah melarikan diri ketakutan dituntut hukuman. Umair bin Wahab datang menghadap Hadzrat Rasulullah saw dan berkata : “Ya Rasulullah! Safwan bin Umayyah seorang pemimpin kaum, ia telah lari karena takut dan ia sedang menuju kearah laut untuk menyeberang kenegeri Yaman. Ya Rasulullah! Ma’afkanlah dia! Maka Rasulullah-pun mema’afkan-nya.“
Ketika Safwan bin Umayyah dihubungi oleh Umair bin Wahab dan diberi tahu kepadanya bahwa ia telah dima’afkan. Ia meminta tanda bukti bahwa Rasulullah saw telah mema’afkannya. Maka melalui Umair bin Wahhab Rasulullah mengirimkan kepadanya sorban yang beliau pakai ketika kembali memasuki Mekkah diwaktu fatah Mekkah, untuk meyakinkan bahwa Safwan telah dima’afkan oleh beliau saw. Ketika Umair bin Wahhab memberikan sorban itu kepada Safwan bin Umayyah, dia sedang bersiap-siap naik perahu mau pergi ke Yaman, mula-mula ia menolaknya karena masih merasa ragu dan takut apakah benar-benar Rasulullah saw telah mema’afkannya, mengingat dia telah banyak melawan dan menganiaya para pengikut Rasulullah saw dimasa lampau secara ganas dan kejam. Akhirnya ia pergi dan menghadap kepada Rasulullah saw dan berkata kepada beliau : “Hai Muhammad! Betulkah yang dikatakan Umair bin Wahhab, engkau telah mema’afkan saya?” Rasulullah saw menjawab : “Apa yang telah dikatakan Umair itu betul!” Sofwan berkata lagi : Kalau begitu berilah saya waktu selama dua bulan sebelum saya menyatakan masuk Islam. Rasulullah saw bersabda : “Saya beri waktu empat bulan, kalau memang engkau berminat untuk masuk Islam”.
Demikianlah contoh dan tauladan Hadzrat Rasulullah saw yang telah diperlihatkan kepada kita semua supaya kita sentiasa berusaha menerapkan sifat hilm itu dan juga akhlaq fadillah beliau pada diri kita masing-masing.
Selanjutnya Huzur atba menceritakan riwayat dari Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah saw bersabda : “Seorang yang gagah berani bukanlah seorang yang telah dapat menaklukkan lawannya sampai jatuh, akan tetapi seorang yang gagah berani adalah dia yang dapat menaklukkan hawa nafsunya diwaktu ia sedang marah.” Rasulullah saw tidak pernah marah jika beliau dihina atau dimaki-maki oleh siapapun. Akan tetapi beliau sangat marah apabila ada orang yang memaki Islam dan Penciptanya yaitu Allah swt.
Pada suatu ketika seorang datang kepada Rasulullah saw dan berkata: Ya Rasulullah! Saya selalu berbuat baik dan menaruh kasihan kepada saudara-saudara saya dan kerabat saya, akan tetapi mereka sebaliknya selalu berbuat buruk dan berbuat kejahilan kepada saya, mereka membenci saya. Maka Rasulullah saw bersabda : “Jika engkau benar berbuat seperti yang telah engkau katakan maka Allah swt senantiasa akan menolong engkau untuk menghadapi keburukan mereka selama engkau tetap berbuat baik seperti engkau katakan kepada-ku! Jadi sebetulnya untuk membalas perbuatan apapun kepada orang lain, manusia harus meminta pertolongan kepada Allah swt, jika tidak syaitan akan menambah buruk keadaan. “
Sebuah riwayat lagi yang diceritkan oleh Hadzrat Suhail r.a. dari kakek beliau katanya Rasulullah saw bersabda, barangsiapa yang menahan amarahnya diwaktu ia sedang dalam keadaan sangat marah, pada waktu itu dia memang bisa melakukan kemarahan namun dia tahan sekuat tenaga sehingga tidak jadi marah, maka pada hari qiamat dia akan dipanggil dihadapan orang banyak untuk diperlihatkan bahwa orang ini sangat dekat dengan Tuhan.
Hadzrat Ali r.a. meriwayatkan katanya Rasulullah saw bersabda kepada saya “Hai Ali maukah engkau kuajar kalimat-kalimat, jika kalimat-kalimat ini engkau ucapkan Allah swt akan mengampuni engkau? Kalimat-kalimat itu adalah :
لاَ اِلَهَ اِلاّ اللهُ اْلحَلِيْمُ اْلكَرِيْم لاَ اِلَهَ اِلاّ اللهُ اْلعَلِيُ اْلعَظِيْمُ سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ ألسَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبِّ الْعَرْشِ اْلعَظِيْمِ اَلْحَمْدُ اللهِ رَبِّ اْلعَلَمِيْنَ
Artinya : Tidak ada tuhan yang patut disembah selain Allah Yang Halim (Maha Pengasih) dan Karim (Maha Mulia) Tidak ada tuhan yang patut disembah selain Allah Yang Maha Tinggi Maha Agung. Maha Suci Allah Rab sekalian langit dan bumi dan Rab Arasy Yang Agung, semua puji bagi Allah Rab sekalian Alam.
Inilah do’a-doa yang menjadi sarana pengampunan dari Allah swt.
Huzur bersabda : Sebagaimana telah saya jelaskan bahwa menurut lughat (Kamus Arab) حِلْمٌ (hilm) artinya kesabaran, kasih sayang, bersikap pema’af, toleransi, kebaikan dan menekan perasaan marah. Semua nilai akhlaq ini sangat penting sekali untuk terciptanya suasana masyarakat yang baik terlebih lagi bagi kehidupan ruhani manusia yang harus diupayakan oleh setiap orang Ahmadi.
Huzur menjelaskan beberapa peristiwa yang terjadi dimasa kehidupan Hadzrat Masih Mau’ud a.s. dalam menta’ati nasihat dan arahan dari Hadzrat Rasulullah saw. Pada suatu ketika Hadzrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : Kecuali jika melakukan perbuatan yang tak pantas, semua kelemahan dan perlakuan lekas marah perempuan dirumah tangga harus dihadapi dengan sabar dan penuh toleransi. Suatu perbuatan yang sangat memalukan jika seorang lelaki harus berkelahi (bertengkar) dengan perempuan dirumah. Tuhan telah menjadikan kita lelaki. Sesungguhnya bagi kita satu karunia dan ni’amat dari Allah swt yang harus disyukuri dengan cara berlaku sangat lembut dan kasih sayang kepada perempuan dirumah. (Malfuzat jld I muka 307)
Hafiz Hamid Ali Sahib bertahun-tahun telah berkhidmat sebagai khadim (pembantu) dirumah Hadzrat Masih Mau’ud a.s. menceritakan katanya: Betapa luhurnya sopan-santun dan ramah-tamah yang beliau lakukan kepada saya sehingga tidak ada tandingannya, dan saya tidak pernah mendengar beliau berkata-kata kasar kepada saya atau kepada sesiapapun, sekalipun kadang-kadang saya malas atau saya lambat melakukan sesuatu tugas yang beliau berikan kepada saya, beliau tidak pernah berlaku keras dan kasar kepada saya. Sekalipun diwaktu beliau sedang sakit tidak pernah ternampak dari wajah beliau perangai yang menimbulkan rasa tidak senang terhadap perasaan orang lain. Pada suatu hari diwaktu sedang sakit kepala (pening kepala) yang sangat keras, diatas beranda rumah beliau sedang terjadi percakapan orang-orang dengan suara riuh dan bising, namun Hadzrat Masih Mau’ud a.s. tidak pernah meminta kepada orang-orang disekeliling beliau itu untuk tidak berbuat bising. Diwaktu beliau sehat ataupun sedang sakit keadaan sikap dan perangai beliau tidak berubah, selamanya lembut dan ramah-tamah.
Terhadap orang-orang yang memusuhi beliau juga sifat حِلْمٌ beliau selalu tetap nampak cemerlang. Banyak orang-orang yang memusuhi beliau lalu mengeluarkan kata-kata dengan bahasa yang sangat kasar dan kotor, namun beliau dengar kata-kata mereka itu dan tidak menjawabnya kecuali dengan tersenyum. Beliau selalu menunjukkan kepribadian dan akhlak yang luhur dan terpuji. Sungguh benar bahwa nafsu (jiwa) beliau sudah menjadi Muslim sehingga siapapun yang sampai sepanjang tahun mencaci-maki beliau dengan kata-kata yang sangat kasar dan kotor, tidak bisa mengalahkan nafsu beliau itu bahkan mereka yang mencaci-maki itu akan merasa malu sendiri.
Pada suatu ketika telah dimuat sebuah artikel didalam surat khabar yang sepenuhnya mencaci-maki Hadzrat Masih Mau’ud a.s. Beliau a.s. menganjurkan kepada Jema’at beliau supaya berlaku sabar atas perbuatan mereka itu. Dengan caci-maki itu apa yang diharapkan oleh mereka? Kemudian beliau mengisyarahkan kepada keadaan dizaman Rasulullah saw ketika orang-orang musyrik Mekkah mencaci dan menghina beliau dengan kata-kata yang sangat kasar dan kotor, Nabi Muhammad saw sentiasa bersabda kepada para sahabah beliau : Apa yang mereka kehendaki dan inginkan dengan caci-maki mereka menggunakan kata-kata kotor terhadap-ku. Allah swt sendiri telah memberi-ku nama yang sangat indah sekali yaitu Muhammad saw (orang yang sangat terpuji)?
Hadzrat Masih Mau’ud a.s. bersabda : Demikian juga Allah swt telah mengutus aku dan Dia telah memanggil-ku dengan firman-Nya kepada-ku :
يَحْمَدُكَ اللهُ مِنَ اْلعَرْشِ
Artinya : Allah memuji engkau dari atas Arsy. Wahyu ini terdapat didalam Kitab Barahin Ahmadiyya.
Sesudah itu Huzur mengutip sebuah nazam Hadzrat Masih Mau’uda.s. didalam Bahasa Urdu yang berbunyi :
گالياںسُن کردعآ ديتا ھوں ان لوگوں کو
رحم ھے جوش ميں اور غيض گھٹايا ھم نے
Mendengar caci maki mereka aku balas dengan do’a
Kasihku bergelora dan mengungguli angkara murka.
Huzur atba menjelaskan beberapa peristiwa lainnya lagi dengan apanjang lebar tentang kesabaran, lemah lembut dan pema’af Hadzrat Masih Mau’ud a.s. dalam menunjukkan sifat hilm beliau. Hadzrat Masih Mau’ud a.s. menasihatkan kepada kita jika ada tamu atau siapapun datang mencaci-maki dan berkata-kata yang tidak sopan dan kasar harus dihadapi dengan penuh sabar dan toleransi tinggi, sebab orang-orang itu bukan dari anggota Jema’at kita. Hadzrat Masih Mau’ud a.s. menganggap dosa jika seseorang menunjukkan rasa tidak senang terhadap orang yang datang kepada kita sebagai tamu.
Pada akhir khutbah ini Huzur bersabda : Orang yang paling luhur dalam menunjukkan sifat Halim Allah swt tiada lain hanyalah Hadzrat Muhammad Mustafa saw. Dan pada zaman sekarang ini Hadzrat Masih Mau’ud a.s telah mengikuti jejak-langkah Hadzrat Rasulullah saw dalam memanifestasikan sifat Hilm tersebut dan beliau telahpun menunjukkan sifat itu dihadapan kita demi perbaikan dan perobahan kita semua. Semoga Allah swt memberi kemampuan kepada kita semua untuk menyerap sifat-sifat Allah sw sebanyak-banyaknya. Amin !!!
Sifat-sifat Nabi Muhammad saw
Wahai kalbuku, ingatlah Ahmad
Sumber petunjuk dan pemusnah musuh.
Ia yang saleh, lembut dan pengasih
Samudra karunia dan keberkatan.
Ia cemerlang bak bulan purnama,
Terpujilah semua fitratnya.
Kelembutannya menawan nurani
Kecantikannya menawar dahaga hati.
Para penguasa menolak dirinya
Begitu tak adil, begitu angkuhnya.
Tak seorang pun menyangkal kebenaran
Jika telah mewujud sempurna.
Cobalah cari wujud sesempurna dirinya
Kalian akan kecewa berputus asa.
Tak pernah ditemui seseorang mirip dirinya
Yang telah menggugah mereka yang terlena.
Ia adalah Nur Ilahi yang menghidupkan lagi
Semua cabang pengetahuan menyegar kembali.
Ia adalah wujud pilihan yang terpilih
Pembimbing dan sumber segala berkat.
Hujan petunjuk hanyalah sebagian dari
Hujan deras belas asihnya.
Dunia terlupa akan gerimis kecil
Saat melihat hujan dahsyat dari imam ini.
Saat ini mereka yang kejam berusaha memadamkan
Nyala api obor petunjuknya.
Lambat laun, Allah akan
Mewujudkan nurnya.
Wahai hujan yang mencurah siang dan malam
Engkau telah terpelihara dari kehancuran.
Engkau telah mengairi pepohonan di dataran rendah
Dan di dataran tinggi dengan karuniamu.
Engkau adalah pelabuhan perlindungan
Dan setelah menemukan pelabuhan demikian,
Tak lagi kami cemas akan bahaya mengancam
Tak lagi kami takut akan keseraman sebuah pedang.
Tak ada kami takut akan lindasan waktu
Tidak juga oleh berbagai ancaman.
Di saat setiap prahara menghampiri
Kami berpaling kepada Tuhan kami.
Pada setiap pertandingan,
Antara diriku dan bala pasukan musuh,
Aku selalu muncul sebagai pemenang, dihormati
Dan menerima pertolongan Ilahi.
Puji syukur kepada Allah. Puji syukur kepada-Nya
Karena telah mengenali pembimbing kami.
Wahai sahabat, sesungguhnya Allah
Yang telah mengkaruniakan berkat ini.
Ia adalah Malam Lailatul Qadar
Dengan segala keabadian berkatnya.
(Karamatus Sadiqin, Ruhani Khazain, vol. 7, London, 1984 hal. 70-71).
Kemuliaan Akhlak Rasulullah SAW
Nabi-nabi dan para orang suci dibangkitkan Allah s.w.t. agar manusia bisa mencontoh perilaku akhlak mereka serta membimbing manusia bersiteguh di jalan yang benar sejalan dengan petunjuk Tuhan. Jelas bahwa mereka selalu memperlihatkan sifat-sifat akhlak yang mulia pada saatnya yang tepat sehingga bisa dicapai tingkat efektivitas yang terbaik. Sebagai contoh, sifat memaafkan adalah suatu hal yang patut dipuji ketika ia yang teraniaya lalu memiliki kekuatan untuk membalas dendam namun tidak dilakukannya. Kesalehan adalah sifat yang baik kalau dilaksanakan ketika seseorang memiliki segalanya untuk memuaskan dirinya.
Rencana Tuhan berkaitan dengan para Nabi dan orang-orang suci adalah agar mereka itu memperlihatkan dan menegakkan semua bentuk dari sifat-sifat akhlak yang mulia. Guna memenuhi rencana demikian maka Allah s.w.t. membagi kehidupan mereka dalam dua bagian. Bagian pertama kehidupan mereka dilalui dalam kesengsaraan dan berbagai penderitaan dimana mereka itu disiksa dan dianiaya, dimana melalui tahapan ini mereka akan memperlihatkan akhlak luhur yang hanya bisa dikemukakan pada saat keadaan sedang sulit. Bila mereka ini tidak diharuskan menjalani kesulitan yang besar maka sukar untuk menegaskan bahwa mereka benar-benar tetap setia kepada Tuhan-nya dalam segala kesulitan serta tetap bersiteguh maju terus dalam upayanya.
Mereka bersyukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa bahwa mereka telah dipilih-Nya sebagai sosok yang patut teraniaya di jalan Allah.
Tuhan yang Maha Agung mendera mereka dengan segala cobaan agar terlihat jelas bagaimana manifestasi keteguhan hati dan kesetiaan mereka kepada Tuhan mereka. Dalam hal ini sebagaimana dalam peribahasa, nyata bahwa keteguhan hati itu lebih tinggi nilainya daripada mukjizat. Keteguhan hati yang sempurna tidak akan terlihat jika tidak ada kesulitan besar yang dihadapi dan hanya bisa dihargai jika orang tahu bahwa yang bersangkutan memang telah mengalami goncangan yang dahsyat. Semua musibah tersebut merupakan berkat ruhani bagi para Nabi dan orang-orang suci karena melalui hal itulah sifat-sifat mulia mereka yang tidak ada tandingannya menjadi nyata dan derajat mereka akan ditinggikan di akhirat.
Bila mereka tidak ada mengalami cobaan yang berat maka mereka tidak akan memperoleh berkat-berkat tersebut, tidak juga sifat mulia mereka menjadi tampak kepada umat manusia. Keteguhan hati, kesetiaan dan keberanian mereka tidak akan diakui secara universal. Mereka itu menjadi tiada tara dan tanpa tandingan serta demikian berani dan sempurna sehingga masing-masing dari mereka itu sepadan dengan seribu singa yang berada dalam satu tubuh atau seribu harimau dalam satu kerangka. Dengan cara demikian itulah kekuatan dan kekuasaan mereka menjadi suatu yang diagungkan dalam pandangan manusia dan mereka mencapai tingkatan tinggi dalam kedekatan kepada Allah s.w.t.
Bagian kedua dari kehidupan para Nabi dan orang-orang suci adalah saat kemenangan, derajat mulia dan kekayaan dilimpahkan kepada mereka dimana pada saat itu pun mereka akan memperlihatkan akhlak mulia mereka yang memang efektif pada saat mereka menggenggam kemenangan, kekayaan dan kekuasaan. Mengampuni mereka yang tadinya menyiksa, bersabar hati terhadap para penganiaya, mencintai musuh, tidak mencintai kekayaan atau bangga terhadapnya, membuka gerbang berkat dan kemurahan hati, tidak menjadikan kekayaan sebagai sarana pemuas diri, tidak menjadikan kekuasaan sebagai alat penindasan, semuanya itu merupakan sifat-sifat mulia dengan persyaratan bahwa yang bersangkutan memang sedang memiliki kekuasaan dan kekayaan. Para Nabi dan orang-orang suci itu malah akan memperlihatkan semua sifat mulia itu saat mereka telah memiliki kekuasaan dan kekayaan.
Kedua bentuk sifat-sifat akhlak mulia tersebut tidak mungkin dimanifestasi¬kan tanpa melalui tahapan kesulitan dan cobaan serta tahapan kekuasaan dan kemakmuran. Kebijaksanaan yang sempurna dari Allah s.w.t. mengharuskan bahwa para Nabi dan orang-orang suci diberikan kedua bentuk kesempatan tersebut yang sebenarnya merupakan realisasi ribuan berkat. Hanya saja urut-urutan dari kondisi demikian tidak akan sama bagi setiap orang. Kebijakan Ilahi menentukan bahwa beberapa orang akan mengalami periode kedamaian dan kenyamanan mendahului periode kesulitan, sedangkan pada yang lainnya dimulai dengan periode kesulitan sebelum datangnya pertolongan Tuhan. Dalam beberapa kejadian, kondisi demikian tidak terlalu jelas perbedaannya sedangkan pada yang lainnya dimanifestasikan secara sempurna.
Berkaitan dengan hal ini yang paling menonjol adalah Hadzrat Rasulullah s.a.w. karena kedua kondisi itu dikenakan secara sempurna atas wujud beliau sedemikian rupa sehingga sifat akhlak beliau menjadi bersinar cemerlang laiknya matahari, dan semua itu tercermin dalam ayat:
“Sesungguhnya engkau benar-benar memiliki akhlak luhur”. (S.68 Al-Qalam:5).
Jika dinilai bahwa Hadzrat Rasulullah s.a.w. adalah sempurna di dalam kedua bentuk sifat akhlak melalui pembuktian di atas, maka melalui itu dibuktikan juga keluhuran akhlak para Nabi-nabi lainnya dan dengan demikian telah meneguhkan Kenabian mereka, kitab-kitab yang mereka bawa serta kenyataan bahwa mereka semua adalah kekasih Allah s.w.t. Pendapat ini memupus keberatan sebagian orang akan akhlak Nabi Isa a.s. yang dianggap tidak cukup sempurna menghadapi kedua kondisi tersebut. Memang benar bahwa Nabi Isa a.s. menunjukkan keteguhan hati dalam keadaan kesulitan, hanya saja bentuk kesempurnaan akhlak tersebut baru akan terlihat sempurna jika saja pada saat itu Nabi Isa memperoleh kekuasaan dan keunggulan di atas para penganiaya beliau dan beliau kemudian mengampuni mereka dari lubuk hati yang paling dalam sebagaimana halnya perlakuan Hadzrat Rasulullah s.a.w. terhadap penduduk Mekah saat kota itu takluk kepada umat Islam. Penduduk kota Mekah memperoleh pengampunan penuh kecuali beberapa orang yang ditetapkan Tuhan harus menjalani hukuman karena kejahatan mereka yang luar biasa.
Hadzrat Rasulullah s.a.w. setelah mencapai kemenangan malah mengumumkan:
لا تثريب عليكم اليو م
“Tidak akan ada yang menyalahkan kalian pada hari ini.”.
Karena adanya pengampunan demikian yang semula dianggap mustahil dalam pandangan para musuh beliau, dimana tadinya mereka merasa patut dihukum mati atas segala kejahatan mereka, maka beribu-ribu orang lalu baiat ke dalam agama Islam dalam jangka waktu bilangan jam saja.
Keteguhan hati Hadzrat Rasulullah s.a.w. yang diperlihatkan dalam jangka waktu panjang di bawah penganiayaan mereka, di mata mereka menjadi cemerlang bercahaya seperti matahari. Sudah menjadi fitrat manusia bahwa keagungan dari keteguhan hati seseorang menjadi nyata saat yang bersangkutan mengampuni para penganiayanya ketika ia kemudian memperoleh kekuasaan di atas mereka. Karena itulah sifat luhur akhlak Nabi Isa a.s. di bidang keteguhan, kelemah-lembutan dan daya tahan tidak terlihat sepenuhnya dimana tidak jelas apakah keteguhan sikapnya itu karena pilihan sendiri atau memang karena terpaksa. Nabi Isa a.s. tidak sempat memperoleh kekuasaan di atas para penganiaya beliau sehingga tidak bisa dibuktikan apakah beliau memang kemudian akan mengampuni para musuhnya atau memilih mengambil pembalasan dendam atas diri mereka itu.
Berbeda dengan keadaan Nabi Isa a.s., sifat mulia dari Hadzrat Rasulullah s.a.w. telah diperlihatkan dalam ratusan kejadian dan kenyataannya bersinar terang seperti sang surya. Sifat-sifat seperti murah hati, welas asih, pengurbanan, keberanian, kesalehan, kepuasan hati atas apa yang ada serta menarik diri dari duniawi, semuanya itu jelas sekali pada sosok Nabi Suci s.a.w. dibanding dengan Nabi-nabi lainnya. Allah yang Maha Kaya menganugerahkan harta benda yang amat banyak kepada Hadzrat Rasulullah s.a.w. dan beliau membelanjakan nya semua di jalan Allah dan tidak ada sekeping mata uang pun yang digunakan untuk kepuasan diri sendiri. Beliau tidak ada mendirikan bangunan megah atau istana untuk diri sendiri dan tetap saja hidup di sebuah gubuk tanah liat yang tidak berbeda dengan rumah kediaman umat yang paling miskin. Beliau berlaku welas asih terhadap mereka yang tadinya menganiaya beliau serta menolong mereka dengan daya sarana milik beliau sendiri. Beliau tinggal di sebuah gubuk tanah liat, tidur di lantai serta makan dari roti gandum yang kasar atau puasa jika tidak ada apa-apa. Beliau dikaruniai kekayaan dunia dalam jumlah amat besar tetapi beliau tidak mau mengotori tangan beliau dengan harta itu dan tetap memilih hidup miskin daripada kemewahan serta kelemah-lembutan daripada kekuasaan. Dari sejak hari pertama beliau diutus sampai dengan saat beliau kembali kepada Tuhan beliau di langit, beliau tidak pernah menganggap penting apa pun selain Allah s.w.t. Beliau memberikan bukti keberanian, kesetiaan dan keteguhan hati di medan perang menghadapi ribuan musuh dimana maut mengintai selalu, semata-mata hanya karena Allah. Singkat kata, Allah yang Maha Agung memanifestasikan sifat-sifat mulia beliau seperti welas asih, kesalehan, kepuasan atas apa yang ada, keberanian dan segala hal yang berkaitan dengan kecintaan kepada Allah s.w.t. yang padanannya belum pernah ada pada masa sebelum beliau dan tidak akan pernah ada lagi setelah beliau.
Berkaitan dengan Nabi Isa a.s., sifat akhlak mulia tersebut tidak jelas dimanifestasikan karena hal seperti itu baru akan nyata jika seseorang kemudian memperoleh kekayaan dan kekuasaan, dan hal itu tidak ada terjadi pada diri Nabi Isa a.s. Pada keadaan beliau ini, kedua bentuk sifat akhlak tersebut tetap tinggal tersembunyi karena kondisi untuk manifestasinya tidak ada. Namun keberatan yang dianggap sebagai kekurangan pada diri nabi Isa a.s. tersebut telah ditimbali dengan contoh sempurna dari Hadzrat Rasulullah s.a.w. karena contoh yang dikemukakan Nabi Suci s.a.w. telah menyempurna¬kan dan melengkapi kekurangan pada Nabi-nabi lain sehingga apa yang semula meragukan sekarang telah jadi jelas. Wahyu dan Kenabian berakhir di sosok yang mulia ini karena semua keluhuran telah mencapai puncaknya dalam diri beliau. Semua ini merupakan rahmat Allah s.w.t. yang dikaruniakan kepada siapa yang dipilih-Nya. (Barahin Ahmadiyah, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 1, hal. 276-292, London, 1984).
* * *
Allah yang Maha Agung telah membagi kehidupan Nabi kita Hadzrat Rasulullah s.a.w. dalam dua bagian, yaitu bagian pertama yang merupakan periode kegetiran, kesulitan dan penderitaan, sedangkan bagian berikutnya adalah ketika tiba masa kemenangan. Selama masa penderitaan akan muncul sifat-sifat akhlak beliau yang sesuai dengan masa tersebut, sedangkan pada waktu tiba masa kejayaan dan kekuasaan, maka muncul akhlak mulia beliau yang tidak akan jelas nyata jika tidak dilambari latar belakang kedigjayaan. Dengan demikian kedua bentuk sifat akhlak mulia beliau menjadi nyata karena melalui kedua periode masa seperti itu.
Dengan membaca sejarah tentang masa kesulitan beliau di Mekah yang berlangsung selama tigabelas tahun, kita bisa melihat secara nyata bagaimana beliau memperlihatkan akhlak seorang muttaqi yang sempurna di dalam masa kesulitan yaitu meletakkan kepercayaan sepenuhnya kepada Allah s.w.t. tanpa mengeluh sama sekali, tidak mengendurkan pelaksanaan tugas beliau, tidak takut kepada siapa pun, semuanya itu dilakukan sedemikian rupa sehingga para orang kafir pun menjadi beriman karena menyaksikan keteguhan hati yang demikian rupa dan menyadari bahwa jika seseorang tidak memiliki keimanan yang demikian kuat, mustahil yang bersangkutan akan dapat menanggung penderitaan tersebut dengan keteguhan hati.
Ketika tiba masa kemenangan, kekuasaan dan kemakmuran, lalu muncul sifat akhlak mulia Hadzrat Rasulullah s.a.w. yang lain yang berbentuk pengampunan, kemurahan hati dan keberanian yang diperlihatkan sedemikian sempurna sehingga sejumlah besar orang kafir lalu beriman kepada beliau. Beliau memaafkan mereka yang telah menganiaya beliau dan memberikan keamanan kepada mereka yang telah mengusir beliau dari Mekah serta menolong mereka yang membutuhkan bantuan. Justru setelah menggenggam tampuk kekuasaan di atas para musuh, beliau malah mengampuni mereka. Banyak orang yang menyaksikan akhlak mulia beliau menyatakan bahwa hanya orang yang muttaqi dan datang sebagai utusan Tuhan saja yang mungkin bisa memiliki akhlak demikian. Itulah sebabnya sisa-sisa rasa permusuhan para lawan beliau langsung menghilang. Akhlak mulia beliau juga dinyatakan oleh Kitab Suci Al-Qur’an dalam ayat:
“Katakanlah: "Sesungguhnya sembahyangku dan pengorbananku dan kehidupanku serta kematianku adalah semata-mata untuk Allah, Tuhan semesta alam"“. (S.6 Al-Anaam:163).
Berarti seluruh hidup beliau telah diikrarkan bagi manifestasi keagungan Tuhan serta memberikan kenyamanan kepada para makhluk-Nya agar melalui kewafatan beliau mereka semua itu akan memperoleh kehidupan.
(Islami Usulki Philosophy, Ruhani Khazain, vol. 10, hal. 447-448, London, 1984).
* * *
Yang tertinggi dari segala kehormatan adalah kehormatan dari Hadzrat Rasululah s.a.w. yang telah mempengaruhi keseluruhan dunia Islam. Kehormatan beliau telah menghidupkan kembali dunia ini. Di tanah Arab pada masa beliau, perzinahan, permabukan dan perkelahian menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Hak azasi manusia sama sekali terabaikan. Tidak ada rasa welas asih sama sekali terhadap sesama umat manusia. Bahkan hak dari Allah s.w.t. juga telah diingkari orang sama sekali. Bebatuan, pepohonan dan bintang-bintang diimbuhi dengan sifat-sifat samawi. Berbagai bentuk syirik berkembang luas di masyarakat. Tidak hanya wujud manusia, bahkan alat kelaminnya (genitalia) pun juga disembah. Seseorang yang berpikiran waras jika melihat keadaan demikian walaupun hanya sesaat, ia akan menyimpulkan adanya kegelapan, kefasikan dan penindasan sedang merajalela. Kelumpuhan biasanya menyerang satu sisi, tetapi ini adalah kelumpuhan yang menghantam kedua sisi (jiwa dan raga). Seluruh dunia terkesan sudah membusuk. Tidak ada kedamaian sama sekali baik di muka bumi atau pun di lautan.
Hadzrat Rasulullah s.a.w. muncul dalam abad kegelapan dan kehancuran demikian dan beliau kemudian memperbaiki secara sempurna kedua sisi perimbangan dan menegakkan kembali hak-hak Tuhan serta hak-hak manusia di posisinya yang tepat. Kekuatan moril dari Hadzrat Rasulullah s.a.w. dengan demikian bisa diukur dengan melihat kondisi masa tersebut. Penganiayaan yang ditimpakan kepada beliau dan para pengikut beliau serta perlakuan beliau terhadap para musuh ketika beliau telah memperoleh kemenangan atas mereka telah menunjukkan betapa luhurnya derajat beliau.
Tidak ada jenis siksaan lain yang belum pernah ditimpakan oleh Abu Jahal dan kawan-kawannya terhadap Nabi Suci s.a.w. dan para sahabat beliau. Wanita-wanita Muslim disiksa dengan cara mengikat kaki mereka masing-masing kepada dua unta yang dihalau ke arah berlawanan sehingga tubuh mereka terbelah dua, padahal kesalahan mereka hanya karena beriman kepada Ke-Esaan Tuhan dan menyatakan:
لااله الاالله محمدرسو ل الله
Beliau memikul semua penderitaan dengan keteguhan hati, tetapi pada waktu Mekah ditaklukkan, beliau malah mengampuni para musuh tersebut dan menenteramkan mereka dengan ucapan: “Tidak akan ada yang menyalahkan kalian pada hari ini.”. Semua itu merupakan kesempurnaan akhlak mulia beliau yang tidak ditemukan pada Nabi lainnya. Ya Allah turunkanlah salam dan rahmat-Mu atas beliau dan umat beliau. (Malfuzat, vol. II, hal. 79-80).
Alih bahasa : AQ Khalid
Shalat Menuntun Manusia kepada Tuhan
Setelah memahami makna daripada Tidak ada yang patut disembah selain Allah selanjutnya laksanakanlah shalat sepenuh hati karena mengenai ini selalu ditekankan kewajibannya oleh Al-Qur’an seperti pada ayat:
"Maka celakalah mereka yang bersembahyang, tetapi lalai dari sembahyang mereka" (S.107 Al-Maun:5-6).
Patut kiranya dimengerti bahwa yang namanya shalat itu adalah bentuk permohonan yang diajukan oleh seorang pengabdi kepada Tuhan pada saat ia merasakan kesedihan karena merasa terpisah dari Wujud-Nya. Dengan hati yang mencair ia memohon dapat diizinkan bertemu dengan Tuhan-nya, karena tidak ada yang bisa disucikan kecuali Tuhan mensucikannya dan tidak ada yang dapat bertemu dengan Tuhan hingga Dia berkenan.
Manusia terbelenggu oleh berbagai kekang rantai dan jerat leher. Ia menginginkan kebebasan tetapi belenggu-belenggu tersebut tetap menjerat. Seberapa besarnya niat manusia menginginkan kesucian namun jiwanya yang sangat menyesali (nafs lawwamah) masih juga terkadang tergelincir. Hanya rahmat Tuhan saja yang bisa mensucikan manusia dari dosa. Tidak ada kekuasaan yang dapat mensucikan kalian berdasar daya kekuatan sendiri semata. Tuhan sudah memberikan jalan berupa shalat guna menumbuhkan perasaan-perasaan yang suci. Shalat merupakan doa yang diajukan kepada Allah s.w.t. saat merasakan kegalauan dengan hati yang terbakar sedemikian rupa sehingga segala pikiran keji dan jahat bisa dienyahkan dan sebagai gantinya muncul hubungan suci dengan Allah s.w.t. melalui pelaksanaan firman-firman Tuhan.
Arti kata shalat itu sendiri mengindikasikan bahwa doa hakiki tidak semata diutarakan oleh lidah saja, tetapi juga harus disertai rasa seperti kalbunya itu solah-olah terbakar dan terpanggang dalam api. Allah s.w.t. tidak akan menerima doa hamba-Nya kecuali yang bersangkutan pada saat berdoa itu seolah-olah mengalami kematian.
Sesungguhnya shalat merupakan doa dalam bentuknya yang paling luhur, tetapi manusia tidak menyadarinya. Di zaman ini banyak sekali umat Muslim yang melakukan pengulangan rumusan-rumusan kesalehan seperti halnya kaum tarekat Naushahi dan Naqshbandi1 dan lain-lain. Sayang sekali tidak ada dari mereka yang menyadari bahwa ajaran mereka tidak sepenuhnya bersih dari segala bid'ah. Mereka ini tidak menyadari realitas shalat dan karenanya mengecilkan arti firman-firman Allah s.w.t. Bagi seorang pencari tidak ada dari bid=ah-bid=ah tersebut yang bermanfaat dibandingkan dengan shalat sendiri. Cara yang diperlihatkan Hazrat Rasulullah s.a.w. ialah ketika sedang menghadapi kesulitan maka beliau mengambil air wudhu, lalu menegakkan shalat dimana segala doa beliau panjatkan saat shalat tersebut. Pengalamanku sendiri mengatakan bahwa tidak ada yang membawa seseorang lebih dekat kepada Allah s.w.t. kecuali melalui shalat.
Berbagai sikap yang dilakukan saat shalat menggambarkan rasa hormat, rendah hati dan kelembutan. Dalam Qiyam (sikap berdiri tegak) si pelaku shalat berdiri sopan dengan kedua tangan terlipat di dada laiknya seorang hamba yang berdiri takzim di hadapan tuan atau rajanya. Dalam sikap Ruku (membungkukkan tubuh) si pelaku shalat membungkukkan dirinya dengan segala kerendahan hati. Puncak dari kerendahan hati itu dicapai saat Sujud yang menggambarkan puncak rasa ketidak-berdayaan si penyembah. (Khutbah dalam Jalsah Salanah, 1906; hal. 6-8).
* * *
Lakukanlah shalat secara teratur. Ada orang-orang yang merasa cukup dengan melakukan shalat hanya sekali dalam sehari. Mestinya mereka menyadari bahwa tidak ada manusia yang dikecualikan dari ketentuan tersebut, tidak juga para Nabi. Ada diutarakan dalam sebuah Hadith bahwa sekelompok orang yang baru saja baiat ke dalam Islam, memohon kepada Hazrat Rasulullah s.a.w. agar mereka dibebaskan dari kewajiban melakukan shalat. Beliau berujar: 'Agama yang tidak menentukan suatu kewajiban, bukanlah suatu agama sama sekali' (Malfuzat, vol. I, hal. 263).
* * *
Sekali lagi aku tekankan kepada kalian bahwa jika kalian ingin mencipta hubungan hakiki dengan Allah s.w.t., kerjakanlah shalat sedemikian rupa sehingga tubuh kalian, lidah kalian, ruhani kalian dan perasaan kalian semuanya menjadi perwujudan daripada shalat. (Malfuzat, vol. I, hal. 170).
* * *
Apakah shalat itu?
Apakah shalat itu? Shalat adalah permohonan doa yang diajukan kepada Allah yang Maha Agung dimana tanpa itu maka seseorang tidak bisa sepenuhnya dianggap bisa hidup dan memperoleh sarana keamanan dan kebahagiaan. Hanya berkat Rahmat Ilahi saja maka manusia bisa memperoleh keselesaan hakiki. Dari sejak saat itu maka yang bersangkutan akan merasakan kenikmatan dan kesenangan daripada shalat.
Sebagaimana ia mendapat kenikmatan dari makanan lezat, ia pun akan memperoleh kenikmatan dari isak dan tangisnya saat shalat. Sebelum ia mencapai kondisi demikian dalam shalatnya itu, perlu kiranya ia bersiteguh dalam shalatnya tersebut sebagaimana halnya orang yang harus menelan obat pahit agar pulih kembali kesehatannya. Perlu baginya tetap runut melaksanakan shalat dan mengajukan doanya meski saat itu ia belum merasakan kenikmatannya. Dalam keadaan seperti itu, ia harus mencari kepuasan dan kesenangan dalam shalat melalui pengajuan doa berikut:
Ya Allah, Engkau melihat betapa butanya diriku dan saat ini aku sepertinya seperti orang yang sudah mati. Aku menyadari bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi aku ini akan kembali menghadap kepada-Mu dimana tidak ada seorang pun bisa mencegahnya. Namun hatiku ini buta dan belum mendapat pencerahan. Turunkanlah ke dalam hatiku nyala nur yang terang agar hatiku diilhami dengan kecintaan kepada-Mu dan pengabdian kepada Engkau. Berkatilah aku dengan Rahmat-Mu ini agar aku tidak dibangkitkan nanti dalam keadaan buta atau bersama mereka yang tidak melihat.
Jika ia berdoa dengan cara ini dan bersiteguh dalam doanya maka ia akan melihat satu waktu akan datang ia merasakan sesuatu turun ke dalam hatinya ketika ia sedang berdoa demikian yang akan meluluhkan hatinya. (Malfuzat, vol. IV, hal. 321-322).
* * *
Jumat, 18 April 2008
Latar Belakang Paskah Dan Tradisinya
Diantara hari-hari besar Kristen, Paskah memegang makna khusus, sebab paskah mencatat peristiwa-peristiwa penyaliban dan penebusan dosa, kepercayaan dasar dari ajaran Kristen. Kaum Kristen percaya bahwa Yesus bangkit lagi dari kematian selama tiga hari tiga malam sesudah beliau disalibkan. Paskah dirayakan pada hari Minggu pagi setiap musim semi. Mereka percaya bangun pagi -pagi sekali pada hari itu, melihat matahari terbit dan sebagian lagi karena empat puluh hari mereka menahan diri dari kesenangan dan makan yang disebut Lent akan berakhir, akan bergembira dan ambil bagian dalam kegiatan agama. Mungkin tampak aneh, perayaan hari yang dianggap religius ini terdapat kelinci coklat, telur-telur yang diwarnai, permainan membidik dan menggulingkan telor. Sarjana-sarjan Kristen yang berpikiran bebas dalam kebingungan telah sering mempersoalkan semua kegiatan tak lazim itu. Mengapa harus kelinci? Kelinci tidak bertelur, dan mengapa harus telur, mengapa bukan jeruk atau bawang dsb, sebab itu juga berguling (bulat)? Paskah dan pesta-pesta yang berkaitan dengannya, dalam masa dalil dan penerangn ini, memerlukan sesuatu penjelasan dan uraian yang teratur mengenai tradisi keagamaan ini.
Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab adalah sederhana dan juga bermacam-macam, seperti apakah Paskah itu? Kapan Paskah ditetapkan dalam sejarah? Adakah kesaksiasn kitab suci untuk merayakan upacara keagamaan ini? Mengapa selalu dirayakan pada hari minggu? Mengapa bukan suatu hari lain dalam sepekan dan bagaimana kelinci kecil dimasukkan dalam Paskah? Apakah itu merupakan kenyataan sains atau suatu dongeng yang berhubungan dengan mitos? Kaum Kristen percaya bahwa hari Minggu merupakan hari ketika Kristus bangkit dari kematian dan bahwa kebangkitan beliau ini sangat beralasan untuk merayakan Paskah. Tetapi untuk menambah lebih lanjut perkiraan ini kitab suci tidak menyokong kepercayaan bahwa kebangkitan Kristus terjadi di hari minggu.
Upacara Paskah dan Asal Muasalnya
Upacara Paskah dimulai dengan Lent (Musim semi dalam bahasa Belanda disebut LENTE, mungkin berasal dari kata “Lent” ini, dalam bahasa Inggris disebut Spring) Asal dan makna Lent ini sendiri diselimuti kekaburan. Menurut The Catholic Encyclopedic Dictionary: “Asal mula musim Lent tidak jelas, lamanya bervariasi dalam masa-masa yang berbeda, tetapi prinsip puasa empat puluh hari (Latin: Quadragesima; Italia: Quaresima; Perancis Careme) telah diakui sejak abad keempat”.
Hoeh dalam Plain Truth 1983 menyatakan: ”Lent diamalkan 2000 tahun sebelum Kristus dilahirkan. Sumber perkataan Lent adalah sebuah kata inggris Kuno Leneten bermakna “musim semi” dari tahun itu sebab Lent pada mulanya dirayakan dengan kedatangn musim semi. Hari-hari ini bertukar dari musim dingin. Alkitab (Bible) berdiam diri mengenai Lent. Ia tidak berasal dari kristus. Tak seorangpun dari rasul-rasul merayakan nya bahkan paulus dan Petrus juga tidak”.
Kira-kira serataus tahun sesudah kematian rasul terakhir dari dua belas rasul, kita dapati sebutan Lent dan paskah dalam satu surat yang ditulis oeh Irenaeus, Bishop dari Gaul (nama lama dari perancis di masa penjajahan Roma) kepda Bishop Roma yang menyebutkan persengketaan dalam kata-kata ini: “Karena persengketaan tidak hanya mengenai hari (Paskah) tetapi juga mengenai masalah puasa, karena sebagian orang berpikir bahwa mereka harus berpuasa satu hari, yang lain dua hari namun yang lain lebih dari itu, sebagian lain empat puluh hari”.
“Tak ada ketentuan atau ketetapan mengenai Paskah dan Lent dimasa itu Yesus dan para rasul tidak mengajukan pertanyaan ini sebab tak seorangpun mengamalkannya dan generasi-generasi mendatang berada dalam kegelapan dan tanpa bimbingan untuk merancang menurut pikiran mereka sendiri., meskipun ibadat kebiasaan ini telah dimulai lama sebelum kelahiran Yesus. Dan keanekaragaman ibadat ini”, lanjut Irenaeus, ”tidak bermula dimasa kita tetapi lama nenek moyang kita. Sepertinya mereka tidak berpegagn teguh pada ketepatan, mereka membentuk adat bagi anak cucu mereka menurut khayalan pribadi” (Eusebius” Church History, Bool 5, Chap:24)
Hal itu dengn jelas menunjukkan bahwa Lent bukan diperintahkan oleh Tuhan, tetapi bahkan datang memasuki Gereja melalui adat istiadat dan kahayalan pribadi. Juga nampak bahwa kaum Kristen mengadopsi adat istiadat ini dari kaum asing tetangga mereka. Pada poin ini timbul pertanyaan, “Kapan kaum (Gereja) Kristen mengambil perayaan Lent dan Paskah? Jawaban disediakan oleh Cassion, seorang wali gereja katolik abad ke -lima. Dia menulis: “selama penyempurnaan kaum primitif Gereja tetap tak dapat diganggu gugat tak ada ibadah Lent, tetapi ketika orang mulai menyimpang dari semangat ibadat kerasulan, maka para pendeta pada umumnya setuju untuk mengingatkan mereka dari pengruh sekuler dengan menetapkan peraturan puasa” (Antiquities of the Christian Church; Bool 21, cahapter 1). Masa cassion lebih dekat daripada masa penulis-penulis sekarang. Dia tidak meninggalkan keraguan bahwa (paskah) diputuskan dan ditentukan oleh para pendeta sesudah masa rasul-rsul dan gereja permulaan. Ini tidak berdasarkan suatu akidah agama atau amalan Yesus atau para rasul, bahkan hal itu didorong secara politik untuk menjamin orang-orang yang masuk Kristen dari kalangan gentile (Non-Israel). The Catholic Encyclopedia mencatat: “Dalam beberapa kasus tertantu dari festival Letter of St Athanasius bahwa tahun 331M dia menggabungkan dalam jemaatnya masa puasa empat puluh hari sebagai pandahuluan minggu suci. Dan kedua bahwa tahun 339M sesudah melakukan perjalanan ke Roma dan sebagian besar kawasan Eropa dia menulis dalam istilah-istilah terkuat untuk mendorong ibadat Lent ini atas orang-rang yang ada dibawah wewenangnya.
Dewa Matahari, Dewi Perawan dan Lambang Domba
Nama Paskah (Easter) mungkin berasal dari Eastre, Dewi musim semi bangsa Teutonic atau berasal dari festival musim semi bangsa Teotonic yang disebut Eastur (The World Book Encycl, Vol VI, pg. 25). Rev. Alexander Hislop dalam melacak persembahan Dewi ibu dan Anak Tuhan menulis pada halaman 20 dan 21 dari bukunya The Two Babylons: “Asal mula ibu itu disembah secara luas ada alasan mempercayai dalam Semiramis yang disembah oleh bangsa babilonia dan bangsa-bangsa timur lainnya dengan nama Rhea, Tuhan Ibu Yang Agung. Pesta-pesta tertentu dirayakan sehubungan dengan putera tunggal Tuhan dari ibu Perawam.-pedta Astarte atau Ishtar, Ratu Langit atau Dewi Perawan musim semi dan kemakmuran, dilakukan pada hari Minggu pertama sesudah bulan pertama menyusul “Spring Equinox-Vernal Equinox berlangsung diwaktu itu ketika matahari berada dalam revolusi eliptiknya. Sebab ia melintasi khatulistiwa, membentuk bentuk salib dari rasi bintang Ariesa atau “Domba” hal ini dianggap sebagai mengenang Dewa Matahari, Dewi Perawan berhasil menyelamatkan anak tunggalnya yang telah mengorbankan dirinya kepada kuasa-kuasa kegelapan untuk menyelamatkan manusia dan mengirimnya ke langit untuk menjaga mereka yang percaya kepadanya. Sebab itu ia menjadi “Aries” atau “Domba langit”. Peristiwa ini dirayakan dengan kue-kue salib panas, kue bulat mewakili matahari dan salib diatasnya sebagai tanda magis yang dibuat matahari yang telah menyelamatkan sang juru selamat dari kurungan kuasa-kuasa kegelapan.
Nama untuk paskah dalam beberapa bahasa berasal dari bahasa Ibrani: “Pesah”. Orang Spanyol menyebutnya “Pacua”. Orang Italia menyebutnya “paqua” dan orang perancis menyebutnya “Pasques”. Banyak adat istiadat sehubungan dengan musim paskah berasal dari festival -festival musim semi kaum Pagan. Yang lain berasl dari peraayaan “Passover” (The World Book Encycl. Vol VI, pg. 26).
“Kemengan Dewa Matahari secara alami dilukiskan untuk pengaruh Aries (Domba Langit). Domba lalu menjadi lamabang kebangkitan juru selamat dan kelolosan dari dunia bawah ketinggian langit“ (Pagan and Christian Creed, pg.39). Dalam “Golden Bough” pg. 348-356 Frazer menulis tentang kelahiran perawan anak Tuhan bangsa Phrygian yang menumpahkan darah untuk mati tergantung disalibkan pada sebuah pohon cemara. Darahnya memperbarui kesuburan bumi dan dengan demikian membawa kehidupan baru untuk manusia. Dia juga bangkit dari kematian. Frazer mengatakan: “Pada perayaan kematian dan kebangkitannya patungnya diikat pada potongan kayu cemara berbentuk salib pada tanggal 24 Maret dan hari itu disebut “Hari berdarah” sejak hari itu Sang Dewa ditumpahkan darahnya untuk mati. Patung itu kemudian diletakkan dalam kuburan, ketika orang-orang yang ada disana sedang meraung dan meratap. Tetapi tibanya malam mengubah kedukaan menadi kesukaan. Kuburan didapati kosong pada pagi berikutnya yakni 25 Maret, ketika festival kebangkitan dirayakan. Upacara-upcara ini termasuk pembaptisan dengan darah dan dan hidangan sakramental (pengorbanan).
Hiasan-hiasan dan lukisan Paskah seringkali memasukkan seekor domba sebagai simbol Yesus. The World encyclopedia mengemukakan penafsiran lain bahwa simbol ini diadopsi oleh gereja Kristen dari kaum Yahudi dengan dasar yang salah dan dengan catatan “Simbol domba berasal dari The Jewish Pasah (Hari besar Paskah)”. Kaum Yahudi mengorbankan seekor domba yang disebut domba Paschal, selama upacara tradidiona Passover mereka di kuil Yerusalem. Kaum Kristen permulaan menafsirkan pengorbanan domba Paschal sebagai ramalan pengorbanan Kristus di kayu salib. Sungguh suatu penafsiran yang tidak masuk akal, jauh dari kenyataan”.
Telur Paskah
Telur-telur mewakili kehidupan baru kembali ke alam ini menjelang waktu Paskah. Kebiasaan tukar menukar telur bermula di masa kuno. Bangsa Mesir dan Persia kuno seringkali mencelup telur-telur dengan warna-warni musim semi dan memberikannya kepada kawan-kawan mereka sebagai hadiah. Bangsa Persia percaya bahwa bumi ini telah menetas dari sebuah telur raksasa. Hal itu alami untuk upacara dan dogma-dogma semacam itu menemukan tempat alami mereka diantara dogma-dogma trinitas dan kebangkitan secara jasmani. Kaum Kristen Mesopotania yang mula-mula menggunakan telur-telur yang diwarnai untuk paskah.
Kisah dibailk Kelinci Paskah bahkan lebih tak masuk akal dan bertentangan dengan alasan dan dalil untuk pengadopsian oleh suatu agama yang mendakwakan didirikan oleh Tuhan Yang Maha Bijaksana dan sumber segala kebijaksanaan. Anak-anak dijadikan untuk pecaya bahwa sesekor kelinci Paskah membawakan telur paskah bagian mereka dan upacara buatan manusia ini dimainkan di Washington di halaman Gedung Putih setiap tahun oleh orang dewasa dan yang dianggap orang-orang dewasa yang bercakap jujur dihadapan Media-media pemberitaan.
The World Book Encyclop. Mengatakan: “Kepercayaan ini mungkin berasal dari Jerman. Sebuah legenda mengatakan bahwa seorang wanita maskin mencelup telur selama masa kelaparan dan menyembunyikannya di sebuah sarang sebagai hadiah Paskah untuk anak-anaknya. Baru saja anak-anaknya menemukan sarang itu seekor kelonci besar melarikannya. Cerita tersebar bahwa kelinci telah membawa telur-telur Paskah”.
Tidak Bersumber Dari Alkitab
Apakah di Yerusalem yang dinyatakan sebagai tempat kebangkitan Yesus bahwa Paskah mula-mula dirayakan? Tidak, bahwa di Roma Athanasius, Bishop Alexandria di Mesir dipengaruhi oleh adat istidat Romawi. Di Roma bukan hanya Paskah tetapi juga Lent memasuki Gereja, bukan rasul-rasul ataupun Alkitab (Bible) yang mengadakan adat istiadat ini. Socrates Scholasticus (Abad ke-4M) menulis di dalam Ecclesiastical History “Bukanlah rasul-rasul, maka bukan pula Injil yang telah menetapkan Paskah. Sebab dimana-mana orang menyukai festival-festival, sebab mereka membuatnya berhenti dari setiap pekerjaan setiap orang di tiap tempat, menurut kesenangannya sendiri dengan adat yang umum merayakan Paskah…juru selamat dan rasul-rasul tidak menetapkan hukum untuk melakukan pesta ini…seperti juga banyak adat istiadat telah tertanam di berbagai tempat menurut kepentingannya, demikian juga pesta Paskah menjadi amalan di tiap tempat menurut khayalan pribadi orang-orang yang seorang rasul pun menetapkan atas masalah ini. Dan bahwa amalan ini bukan berasal dari ketetapan tetapi sebagai satu adat istiadat, kenyataan yang mereka sendiri tujukan” (Accleiastical History, chap. 22)
Irenaeus mengakui dalam surat-suratnya yang terkenal bahwa Lent dan Paskah memasuki Gereja Kristen di Roma selama masa Bishop Xystus Roma dan nama Paskah (Easter) menunjukkn musim semi yang dipelihara untuk menandakan festival kebangkitan.
Membeda-beda Waktu Merayakan
sekitar pertenghan abad kedua pertikaian yang lama berlangsung antara gereja-Gereja Barat dan Timur tentang tanggal yang tepat bagi Gereja masa permulaan, suatu masalah yang mengenainya Bede menulis dua jilid. Gereja Timur mengakhiri puasa Lent dan memulai perayaan Paskah pada hari ke-14 bulan Yahudi, Nisan dengan begitu berhubungan dengan pesta perayaan exodus (keluaran) kaum Yahudi dari Mesir. Yang disebut Quarodecimans (Quartus decimus, keempat-belas) oleh Gereja Barat. Gereja Barat merayakan Paskah pada Minggu menyusul hari keempat belas bulan purnama dimana siang dan malam sama panjang (lama) nya. Gereja Antiok selanjutnya merayakan pada tanggal berbeda pada hari Minggu pertama sesudah hari keempat belas Nisan: “Pada tahap ini (dalam tahun kesepuluh pemerintahan Commodus yakni sekitar 189M, bahwa suatu persengketaan besar terjadi. Sebab seluruh Bishop Asia mengira bahwa menurut adat istiadat kuno mereka harus merayakan hari keempat-belas dari penanggalan bulan (ke-14 Nisan, hari Paskah bulan penuh) sebagai permulaan festival Paskah…Tetapi tak ada tempat lain di dunia ini yang melazimkan perayaaan dengan cara itu..maka Sinode dan konferensi para Bishop dilangsungkan, dipimpinm oleh Bishop Theophillus dari Caesarea dan Narcissus dari Yerusalem dan di Roma oleh Bishop Victor” (the History of the Church by Eusebius, Book 5, ; 23:1, pg.229-230).
Rekayasa Gereja/Ketetapan Paus
Pembahasan memanas dan dengan cara-cara tak menyenangkan Pasus Victor (189M) mengakhiri perselisihan Quartodeciman dengan mengeluarkan dari Jemaat untuk mereka yang tidak sejalan dengan adat istiadat Romawi. Konsili umum di Nicea tahun 325M memasuki penetapan akhir. Pada Konsili Keamanan di Nicea, bukan Paus Roma tetapi Konstantin dalam kapasitsnya sebagai Potifex Maximus mengeluarkan sejumlah peraturan untuk diamalkan oleh anggota-anggota Gereja. Aturan-aturan ini antara lain termasuk hari lahir Kristos atau Kristus ini harus diarayakan pada musim dingin di hari kelahiran Nimrod-Mithra dan menyebutnya”X-MAS”.
Dia juga memutuskan pada Dies Solis atau Hari Dewa Matahari tahun Paskah harus diadakan secara teratur, dan Tuhan alih-alih satu dan tunggal sebagaimana diajarkan oleh Yesus diubah menjadi “Tiga di dalam satu” menurut ajaran Nimrod seperti pada Mithraisme. Tanpa perlakuan ini tak ada kesesuaian dalam melaksanakan Paskah. Eusebius lebih lanjut meriwayatkan dalam the History of the Church Book 5, 14:1 yaitu: “Bishop-bishop Asia yang berkeras bahwa mereka harus mengamalkan adat istiadat yang diterima mereka di masa lalu diketuai oleh Polycrates, yang dalam suratnya dia menulis kepada Victor dan gereja Roma menyatakan dalam istilah-istilah berikut tentang tradisi yang dia telah terima kami untuk bagian kami menjaga hari itu dengan hati-hti, tanpa menambah atau mengurangi. Polycrates menyebutkan nama-nama berbagai Bapa Gereja dan martir-martir dan negeri-negeri bahwa semua ini menjadi hari keempat-belas bulan itu sebagai permulaan festival Paskah sesuai dengan Injil (Yohanes XII:1-2 menunjukkan bahwa penyaliban terjadi pada hari Paskah yag selalu pada hari ke-14 Nisan) bukan menyimpang, tetapi mengikuti aturan keimanan. Akhir dari semua saya juga, Polycrates, paling tidak nama semua, beramal menurut adat istiadat keluarga saya, beberapa anggota saya yang benar-benar telah ikuti; sebab tujuh orang dari mereka adalah bishop dan saya ke delapan, dan keluarga saya selalu menjaaga hari itu ketika orang-orang meninggalkannya. Maka saya, kawan-kawanku sesudah melewatkan masa 65 tahun dalam pelayanan Tuhan dan berhubungan dengan umat Kristen dari seluruh bagian dunia dan dengan hati-hati menelusuri kitab-kitab suci saya takut hukuman”.
Merujuk kepada bishop-bishop yang bersama-sama dan menulis dan sependapat dengannya, dia menulis: “Saya telah dapat menyebutkan Bishop yang bersama saya dan yang saya ajukan dalam menaggapi tunutan anda. Jika saya tulis nama-nama mereka, daftar akan menjadi sangat panjang…..mereka menyetujui surat saya”.
Atas hal itu Victor, kepala Gereja Roma mencoba satu gebrakan untuk memisahkan dari Jemaat selurh Asia Dioceses, bersama dengan gereja-gereja sekitarnya sebagai yang telah menyimpang. Dia mengutuk mereka dalam surat-surat yang di dalamnya dia mengumumkan pengeluaran total dari Jemaat Kristen yang diikuti disana. Tetapi ini tidak menyangkut semua bishop. Kita masih mendapati kata-kata mereka, yang sangat tidak menyetujui Victor, yang dari antara mereka adalah Irenaeus, yang menulis sebagian orang Kristen itu untuk mereka dia bertanggung jawab di Gaul:
“Pertentangan tidak hanya mengenai hari tetapi juga mengenai bentuk pesta yang sebenarnya…tetapi variasi-variasi pelaksanaan tidak berasal dari masa kita, tetapi sudah lama sekali di masa para leluhur kita yang menampaknya tak jelas ketepatannya….dalam kesederhanaan mereka menjaga satu amalan yang mereka tetapkan untuk masa mendatang.
Lent, walau itu dirayakan selama berbagai masa yang panjang, satu atau dua hari atau beberapa minggu secara tradisional selalu disebut perayaan empat puluh hari menurut asalnya dilacak pada Babilonia kuno 4000 tahun yang lampau” (Ninevah and Babylon by Layard ch. 4, pg.93)
tidak sampai abad ke-8M bahwa akhirnya bilangan 40 ditetapkan di seluruh Gereja dari Irlandia sampai Asia Kecil. Bede memberi kita dengan kenyataan pertentangan ini dan dengan cara ilmiah yang didalamnya diseluruh pertentangan diakhiri. Dia menyatakan bahwa rumah tangga kerajaan setempat di Northmbria terbagi. Ratu mengikuti adat Romawi. Raja masih menggunakan cara-cara Celtic. Hasilnya dia menjelaskan : “Ketika raja menjelaskan : ‘Ketika raja mengakhiri Lent dan memulai Paskah, ratu dan para anggota rumah tangganya masih berpuasa”.
Cukup untuk menghancurkan keluarga karena Paskah. Masalah terpecahkan ketika mengadakan pertemuan di Whitby tahun 664M antara kedua pihak. Secara aneh mereka berdua setuju untuk menerima keputusan raja, dan dia memutuskan untuk (memilih cara) Roma atau (cara) isterinya (Bede: A History of the English Church and People). Hingga abad ke-12 setiap hari dalam Eastern Octave (delapan hari sesudah puasa) merupakan hari besar yang diwajibkan. Kini bagaimana pun dalam beradab-abad kemudian, bahkan Paskah hari Senin dan selasa telah dihapuskan sebagai hari-hari wajib.
Warisan Dari Kebudayaan Kafir Musyrik
Frazer dalam bukunya yang terkenal “The Golden Bough” telah membandingkan persamaan-persamaan diantara upacara-upacara Dewi Adonis kaum penyembah berhala dan Paskah. Dia menulis: “Seluruh adat…kuburan seperti piring-piring pembenih biji…mungkin bukan apa-apa kecuali suatu kelanjutan dengan nama berbeda, penyembah Adonis. Bukan pula Paskah ini saja merupakan adat istiadat bangsa Sicilia dan Callabrian yang menjurus ke upacara adonis…Bila kita renungkan betapa seringnya Gereja secara pandai. Kita mungkin menduga bahwa perayaan Paskah mengenai kematian dan kebangkitan Yesus dipindahkan serupa dari perayaan kematian dan kebangkitan Adonis” (Hal 400)
“Dibawah nama-nama Osiris, tammuz, Adonis dan Attis masyarakat Mesir dan Asia Barat setiap tahun mengemukakan kerusakan dan kebangkitan hidup, khususnya kehidupan tumbuh-tumbuhan yang mereka personifikasikan sebagai dewa yang setiap tahun mati dan bangkit kembali dari kematian. Penyembahan Adonis diamalkan oleh bangsa Semitik dari Babilonia dan Syria serta bangsa Yunani meminjamnya dari mereka sekitar abad ke-7 S.M. nama asli dewa itu adalah tammuz; sebutan Adon dalam bahasa Semitic. “Tuhan” merupakan gelar kehormatan oleh para penyembahnya yang ditujukan kepadanya. Tetapi bangsa Yunani melalui kesalahan-pahaman itu sebagai nama aslinya” (hal. 378)
Penutup
Ajaran Kristen dalam semangat pengijilannya berusaha untuk menarik sebanyak mungkin dari penganut-penganut agama lain bahkan mengkompromikan akidah-akidah dasarnya, meramu upacara-upacara penyembah berhala sebagai miliknya sendiri. Dengan demikian membuat ajaran Kristen lebih sesuai untuk diterima. Dalam proses ini ajaran Kristen secara luas meminjam dari bangsa-bangsa lain tak pandang itu kafir, penyembah berhala atau adat Yahudi. Tragedinya adalah bahwa hal itu dilakukan sebaik-baikya untuk mengabsahkan adat isdtiadat dan festival-festival pinjaman ini sebagai miliknya sendiri dan membuatnya sebagai bagian dari peribadatannya.
Penulis :Hussain M. Sayyid MD
Alih Bahasa:Muharrim Awallludin Thailand
Sumber: The Review of Religions, April 1988
berjudul “Background of Easter and Its Traditions” hal 17-25
Sumber: EBK No.8, tahun 5, Maaret 2002 dan EBK no.59, tahun V, April 2002